Australia akui SVLK Indonesia

id slvk austraia kayu

Australia akui  SVLK Indonesia

ilustrasi (( antaranews.com))

Jakarta (Antara Jogja) - Indonesia dan Australia menyepakati panduan perdagangan produk kayu dari sumber yang legal (Country Specific Guideline/CSG) yang prinsipnya memberi pengakuan kepada Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) Indonesia.

"Dengan disepakatinya CSG ini diharapkan importir produk kayu di Australia dapat lebih mudah memenuhi proses uji tuntas terhadap produk kayu Indonesia yang telah bersertifikat SVLK," kata Direktur Bina Pengelolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian Kehutanan Dwi Sudharto dalam pernyataannya yang dikirim dari Canberra, Australia, Senin.

Dwi menyatakan, kesepakatan tersebut diharapkan  diresmikan pada akhir Oktober dan berdampak kepada naiknya kinerja ekspor produk kayu Indonesia ke negeri kangguru itu.

Kesepakatan CSG merupakan hasil pertemuan terbaru yang dilaksanakan oleh Kementerian Kehutanan Indonesia dan Kementerian Pertanian Australia di Canberra.

Turut terlibat dalam perundingan yang intensif dan konstruktif itu perwakilan masyarakat sipil yang diantaranya diwakili oleh Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) dan pihak swasta yang diantaranya hadir DirekturUtama  PT Riau Andalan Pulp and Paper Kusnan Rahmin.

Pemerintah Australia memiliki Illegal Logging Prohibition Act (ILPA) mulai 30 November 2014  yang mewajibkan importir produk perkayuan Australia melakukan uji tuntas (due diligence) untuk memastikan bahwa produk kayu yang diimpornya bukan berasal dari kegiatan illegal.

Hal itu Serupa dengan Uni Eropa yang sudah memberlakukan European Union Timber Regulation (EUTR).

Dwi menegaskan dengan disepakatinya CSG Indonesia maka Australia pada prinsipnya mengakui bahwa sistem sertifikasi hutan dan kayu yang berlaku secara wajib di Indonesia, yaitu sebagai SVLK telah memenuhi syarat untuk dipakai sebagai bukti legalitas produk perkayuan Indonesia.

Pengakuan tersebut menyusul pengakuan serupa yang  telah diberikan  Uni Eropa saat Indonesia dan Uni Eropa menandatangani kesepakatan sukarela tentang Penegakan Hukum Kehutanan, Tata Kelola dan Perdagangan (FLEGT-VPA) satu tahun yang lalu.

"Kesepakatan tentang CSG Indonesia ini membawa Indonesia dan Australia masuk ke proses di negara masing-masing, untuk melapangkan jalan bagi pelaksanaan penuh kesepakatan ini," kata Dwi.

Sementara itu Direktur Utama PT Riau Andalan Pulp and Paper Kusnan Rahmin menyatakan kesepakatan itu disambut positif oleh kalangan pelaku usaha tanah karena Australia akan menjadi tujuan ekspor industri yang menjanjikan.

"Pengakuan Australia akan berdampak positif. Pengakuan terhadap kelestarian dan keabsahan produk berbasis kayu Indonesia terus meningkat di pasar global¿ kata Kusnan.

RAPP telah mengantongi sertifikat SVLK dan Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) bagi hutan tanaman yang dikelolanya sejak 2010.

"Kedua sertifikasi ini telah membuktikan bahwa kayu yang bersumber dari hutan tanaman yg dikelola RAPP bukan hanya sah atau legal, namun kayu ini juga berasal dari hutan tanaman yang telah dikelola secara lestari," papar Kusnan.

Berdasarkan data Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK) Kemenhut, pada periode Januari-Agustus 2014, nilai ekspor produk berbasi kayu ke Australia mencapai 163.322,7 dolar AS atau sebesar 4,74 persen  dari total ekspor ke seluruh dunia yang sebesar 4,3 juta dolar AS.

Tiongkok dan Jepang masih menempati peringkat pertama dan kedua tujuan ekspor produk perkayuan dengan nilai masing-masing 1,307 juta dolar AS (37,9 persen dari total ekspor) dan 728.132,4 dolar AS (21,15 persen dari total ekspor).(S025)
Pewarta :
Editor: Heru Jarot Cahyono
COPYRIGHT © ANTARA 2024